Menerima (Acceptance)

Apa yang harus diterima untuk menjadi bahagia? Pengalaman hidup saya berkata, untuk bahagia setidaknya kita harus menerima dua hal. Pertama, menerima kenyataan hidup segetir apa pun dan sesakit apa pun kenyataan itu. Kedua, menerima diri kita apa adanya lengkap dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Semuanya harus diterima tanpa syarat.

Saya membaca buku karangan M Thohir, 10 Langkah Menuju Jiwa yang Sehat yang menyebutkan bahwa Word Health Organization (WHO) pun telah memberikan ciri-ciri jiwa yang sehat. Di antaranya adalah dapat menyesuaikan diri (berdaptasi) secara konstruktif dengan kenyataan yang telah terjadi.

Kenyataan hidup yang harus kita terima bisa terjadi di masa lalu kita atau di masa hidup kita sekarang. Keduanya harus kita terima. Kenapa kenyataan pahit masa lalu harus diterima? Karena memang masa lalu tidak bisa dihapuskan. Pikiran kita tidak akan dapat menghapusnya. Pikiran kita tidak dapat menghapus sesuatu yang sudah terlanjur menghampirinya. Kalaupun "pikiran sadar" Anda dapat melupakannya, pikiran bawah sadar akan tetap menyimpannya. Masa lalu yang penuh luka tetap akan dipenuhi luka. Kita tidak akan pernah dapat menghapuskan luka itu. Karena itulah, cara terbaik adalah dengan menerimanya, kita tidak akan membuat luka itu kembali meradang.
Masa lalu dapat menjadi pintu penghalang kebahagiaan kita. Masa lalu bisa sangat berbahaya bagi pikiran kita. Luka masa lalu dapat menyabotase kemampuan kita dalam berpikir jernih. Ia dapat mencemari cara berpikir kita. menurut C Reynolds dalam bukunya, Spiritual Fitness, kita kira-kira memiliki 60.000 pikiran setiap harinya, yang sebagian besar terulang dari pikiran dan pengalaman masa lalu. Ibarat me-redial sebuah nomor telepon, pikiran kita dapat secara otomatis memutar skenario mental masa lalu tanpa proses berpikir yang rumit. Gambaran-gambaran mental itu begitu saja muncul berulang-ulang ketika kita menghadapi situasi yang mirip atau hampir mirip. Situasi yang mirip atau hampir mirip dengan trauma masa lampau itu akan memicu tombol otomatis yang akan memutar emosi kita yang muncul saat itu. Akhirnya, kita berulang-ulang masuk dalam emosi yang sama. Kita sulit merasa bahagia.

Kalau tak hati-hari mengenal hal ini, kita akan merasa terus menerus dibayangi oleh masa lampau. Jasad kita berada di tahun ini, tetapi jiwa kita serasa hidup 20 tahun yang lalu. Umur jasad kita telah mencapai kepada empat,lima, enam, atau entah berapa, tetapi jiwa kita serasa berada dimasa sekolah dasar atau bahkan taman kanak-kanak saat dimana pengalaman pahit itu terjadi. Bagaimana kita bisa bahagia jika setiap saat bayangan trauma itu muncul dalam pikiran kita.

Coba bayangkan bila saat kita melihat pantai yang indah pun, bayangan trauma masa lalu itu hadir, saat melihat lanskap pegunungan yang indah pun, trauma masa lalu itu hadir kembali. Bila itu terjadi, kita sama sekali tidak dapat menikmati keindahan itu. Seribu kali pun kita melakukan rekreasi, barangkali seribu kali juga bayangan trauma masa lalu itu muncul dalam benak kita. Pengalaman itu "terasa" begitu kuat hingga kita "merasa" tidak berdaya. Lihatlah, betapa tidak bahagianya hidup kita saat kita memberikan luka masa lalu mengontrol hidup kita.

Luka masa lalu memang berbeda-beda derajat keparahannya. Ia dapat berupa luka yang begitu dalam bagi kita tetapi juga dapat berupa luka kecil yang mungkin sepele. Tetapi persoalan luka masa lalu bukanlah persoalan parah atau tidaknya luka itu, melainkan "lama atau tidaknya" luka itu bersarang di alam pikiran kita. Semakin lama luka itu berada di alam pikiran kita, ia akan semakin sering hadir dan mengundang kesedihan dalam hidup kita. Artinya, semakin dini usia kita saat sebuah trauma hadir, perjuangan menerima masa lalu akan semakin sulit. Dan akan semakin sulit lagi jika kita terus menunda untuk menerimanya, karena berarti kita hanya memberikan baginya untuk lebih lama bersarang.

Selain lama atau tidaknya, pengalaman masa lau juga akan semakin sulit diterima jika orang-orang yang terlibat dalam pengalaman negatif masa lalu itu adalah orang-orang yang terdekat denga kita, jika orang-orang yang awalnya kita persepsi akan melindungi dan menyayangi kita, malahan menyakiti hati kita.

Dengan sungguh-sungguh menerima masa lalu berarti kita menjadi tuan dari masa lalu kita. Dengan sadar, kita akan dapat memecah pola (patterns interupt) skenario mental masa lampau yang bersifat meracuni dan membuat kita tidak bahagia. 

Jika kita ingin bahagia, pilihannya adalah menerima masa lalu dan memaafkan orang-orang yang terlibat sekarang juga. Ya, sekarang juga. Luka di masa lalu sudah terjadi dan meninggalkan kita, tetapi kita sendirilah yang memberi kesempatan kepadanya untuk datang kembali dalam kehidupan kita di masa kini. Dengan menerima masa lalu, kita akan dapat melihat pantai, pemandangan pegunungan, sungai yang mengalir jernih, sebagai pemandangan yang benar-benar mempesona.


Sumber tulisan : The Way to Happiness


Related Posts

Menerima (Acceptance)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.

Target Info --- Email : targetinfoo001@gmail.com --- Phone Number : +62-85261440749 --- Medan, North Sumatra, Indonesia - 20585


Sekecil apapun dukungan anda, sangat berarti bagi kami...!!!


Melalui Paypal disini :



Melalui Bank Lokal disini :

BNI : 032-6134-752
BRI : 353-8010-2049-9538


Info Lain :