Pernahkah jiwa Anda merasa terluka? Atau bahkan mungkin Anda sedang terluka saat ini? Yakinlah... Anda tidak sendiri. Berjuta-juta orang pernah dan akan terus terluka karena memang itulah wajah kehidupan. Kadang tersenyum, kadang memaki. Sama sekali tidak ada yang salah dengan luka Anda karena itu hanya membuktikan bahwa Anda benar-benar sedang menjalani sebuah kehidupan.
Ada sebuah cerita yang sangat inspiratif tentang "luka" ini. Pernah ada seorang anak lelaki dengan watak yang buruk. Ayahnya kemudian memberi anak kecil itu sekantung penuh paku. Ia menyuruh anaknya memakukan satu batang paku setiap anaknya kehilangan kendali atas kesabarannya atau saat si anak menyakiti hati orang lain. Pada hari pertama, anak ini memaku 37 batang paku di pagar pekarangan rumahnya. Pada minggu-minggu berikutnya, jumlah paku yang dipakainya dari hari ke hari semakin berkurang. Akhirnya suatu hari anak itu berkata kepada ayahnya bahwa ia sudah tidak lagi memaku satu paku pun. Ia merasa lebih mudah menahan diri daripada harus menancapkan paku di pagar pekarangan rumahnya.
Mendengar penuturan anaknya, sang ayah berkata, "Kalau begitu mulai besok, setiap kamu bisa menahan diri, memaafkan dan membahagiakan orang lain, kamu bisa mencabut paku-paku yang telah kamu tancapkan."
Hari demi hari si anak terus berupaya melakukan kebaikan agar ia bisa mencabut paku-paku yang telah ia tancapkan selama ini. Sampai suatu hari, semua paku telah tercabut dan ia berkata lagi kepada ayahnya, "Ayah, semua paku sudah tercabut ayah. Aku sudah bisa menahan diri ayah."
Sang ayah tersenyum, ia kemudian mengajak sang anak ke pagar pekarangan rumahnya. Sang ayah kemudian berkata, "Nak, lihatlah, apakah semua paku sudah tercabut?"
Sang anak menimpali, "Sudah, Ayah. Ayah bisa lihat sendiri."
Kemudian sang ayah berkata lagi, "Sekarang kamu lihat pagar ini, apakah bekas-bekas paku yang kau tancapkan masih berbekas? Bisakah kamu menghilangkan bekasnya?"
Si Anak menggeleng, "Tidak bisa, Ayah."
"Itulah akibat ketika kamu tidak bisa menahan diri dan melukai orang lain. Ketika kamu melukai hati orang, kamu seperti sedang menorehkan sebuah luka yang pasti berbekas. Maka, berhati-hatilah, jangan kamu lukai orang lain, apalagi orang-orang yang berjasa kepadamu." Sang ayah menjelaskan sambil memegang pundak si anak.
Buat saya, cerita diatas sungguh luar biasa. Kisah itu menuturkan kepada kita bahwa jiwa tidak berbeda dari jasad. Jiwa bisa merasakan sakit dan terluka. Bedanya, luka jasad meneteskan darah, sedangkan luka jiwa bisa jadi hanya meneteskan air mata. Luka jasad dapat sembuh tanpa berbekas dengan proses penyembuhan luka yang baik, tetapi luka jiwa tetaplah luka jiwa. Ia tidak akan pernah bisa terhapus. Ia akan terus berbekas walaupun penyebab luka itu telah hilang. Itulah mengapa pilihan bagi sebuah luka jiwa bukanlah menghapus, men-delete, melupakan atau pura-pura melupakan. Pilihan bagi luka jiwa hanyalah mencoba memaafkan. Ya, memaafkan... memaafkan orang yang telah melukai kita.
Sumber tulisan : The way to happiness
Sumber tulisan : The way to happiness
Memaafkan (Forgiveness)
4/
5
Oleh
Unknown